25 Juni 2011
Menteri Pendidikan Nasional Prof. Dr. M Nuh, DEA menjadi "bapak" di tengah ratusan guru Indonesia dalam Kongres I Ikatan Guru Indonesia, di Gedung A Kemdiknas Jakarta, Kamis (23 Juni 2011).
"Guru-guru adalah bagian saudara sendiri. Saya tuan rumahnya. Tapi saya nggak tahu sudah disuguhi atau belum," katanya. Maklum, Kongres IGI bertempat di pusat kekuasaan Kemdiknas. Hanya satu lantai di atas ruang Mendiknas dan Wamendiknas.
Sambil berkelakar M Nuh mengatakan,"Sebagai tamu, tidak boleh lebih tiga hari (kecuali diizinkan tuan rumah)."
Mendiknas memnyatakan IGI merupakan organisasi profesi guru. M Nuh mengatakan organisasi profesi apapun akan selalu menjaga martabat dan kemuliaan organisasi. Ia berpesan ada tiga hal mendasar yang menjadi pondasi martabat dan kemuliaan setiap organisasi profesi.
Pertama, katanya, organisasi harus tumbuh dengan cita-cita. "Apa cita- cita IGI. Kemuliaan itu terletak di cita- cita. Kalau cita-citanya baik jadi baik, tapi kalau atau brengsek, ya jadi brengsek. IGI harus membangun cita-cita yang mulia," tuturnya.
Menurutnya, orang mulia itu yang memuliakan orang mulia."InsyaAllah kita mulia. Kalau kita tidak mulia, dan tidak memuliakan orang mulia, tidak mungkin kita mulia," ujarnya.
M Nuh menukilkan cerita sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Sayyida Ali bin Abi Thalib. "Saya akan menjadi buruh kepada orang yang mengajarkan pada saya meskipun hanya satu huruf. Guru, sudah banyak huruf yang sudah diajarkan, bahkan kalimat, dan buku. Profesi yag mulia dan yang menjaga kemuliaan ya kita sendiri."
Kedua, untuk menjadi bermartabat dan mulia, IGI harus punya tradisi. Menurut Nuh, IGI relatif baru berdiri. "Yang harus kita bangun adalah tradisi dan budaya. Mumpung masih baru, jadikan nilai dan cita- cita itu bagian dari tradisi IGI. Salah satu yang saya catat dari IGI yakni IGI itu ramah terhadap ilmu pengetahuan, yaitu mengembangkan ilmu secara erus-menerus," papar Nuh.
M Nuh memberi contoh cerita tentang seseorang bernama Nasrudin. Nasrudin sedang berada di halaman depan rumahnya sambil mengorek-orek pasir. Tetangganya penasaran dan bertanya. "Apa yang kamu cari?" Kata tetangga. Nasrudin lalu menjawab "oh jarum saya jatuh dan jatuhnya di kamar." Tetangga heran, jarumnya jatuh di kamar tapi dicarinya di halaman depan rumah. Ia bertanya, mengapa Nasrudin mencarinya di halaman depan. Lalu Nasrudin menjawab bahwa kamarnya gelap dan di halaman itu terang.
Menurut M Nuh, cerita ini mengajarkan kepada warga bangsa untuk melakukan pencerahan. "Kalau di rumah kita gelap, anak anak mencari di luar. IGI harus membuat terang, pencerahan diri kita, rumah kita, organisasi kita. Itu nilainya. Pencerahan, membangun tradisi, membangun budaya."
Ketiga, kalau IGI ingin menjadi orang mulia dan bermartabat, IGI harus menjadi sumber ilmu. Kemuliaan itu terletak pada ilmu.
Untuk meraih tiga pondasi martabat dan kemuliaan, Mendiknas mengaku siap bekerjasama dengan IGI. " Kami siap bekerjasama. Kami ingin menempatkan IGI sebagi mitra, bukan subordinat, bukan underbouw," tegas M Nuh.
Mendiknas juga meminta independensi IGI. Mendiknas mengaku sangat menghargai dan menhormati IGI sebagai organisasi yg independen... Gandengan tangan itu simbolnya saling memberi. "Energi yangg anda berikan adalah energi pembelajaran."
Mendiknas berpesan: " Layaknya sebagai profesi ada kode etik, dll yang terkait profesionalitas." Kami harap IGI jadi motor etika, kode etik, dan profesionalitas. Salah satu di antaranya, sebagia bagian profesionalitas, karakter kompetensi."
Mantan Menkominfo tittip lepada guru IGI agar terus mengembangkan kompetensi sosial agar menjadi bagian kereta karakter. (***)